ARTIKEL 2024

PEMANFAATAN ABU BATUBARA UNTUK SEALING/PENGISIAN
TEROWONGAN BEKAS TAMBANG BAWAH TANAH
OKTAVIA AZRA, BDTBT
oktaviaazra01@gmail.com

25 Maret 2024

Tambang bawah tanah merupakan metoda penambangan yang segala kegiatannya dilakukan di bawah permukaan bumi, dan tempat kerjanya tidak langsung berhubungan dengan udara luar. Metode pengambilan bahan galian/mineral di tambang bawah tanah dilakukan dengan membuat terowongan menuju lokasi bahan galian tersebut, dimana setelah aktifitas penambangan selesai maka akan meninggalkan terowongan bekas penambangan.

Dalam Kepmen ESDM Nomor 1827.K 30/MEM/2018 Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan Reklamasi tahap Operasi Produksi pada lahan terganggu akibat kegiatan Operasi Produksi. Lahan terganggu pada bekas tambang dengan sistem tambang bawah tanah antara lain shaft, raise, stope, adit, decline, pit,tunnel, dan/atau final void.

Salah satu metoda reklamasi pada tambang bawah tanah adalah dengan penutupan tambang permanen dengan pengisian terowongan bekas tambang yang tidak diperlukan lagi.

Berikut beberapa hal yang menyebabkan pentingnya dilakukan pengisian/sealing terowongan bekas tambang pada metode penambangan room:

  1. Gas metan dan air bawah tanah secara bertahap akan mengisi lokasi bekas penambangan dan terowongan yang sudah tidak diperlukan lagi dan untuk mencegah air dan gas metan tersebut merembes keluar maka dilakukan penimbunan/pengisian kembali ruang tersebut.
  2. Jika permukaan lapisan batubara terkena udara dalam jangka waktu yang lama, maka akan muncul terjadinya risiko oksidasi, akumulasi panas, dan swabakar. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut maka ruang kosong tersebut ditimbun/diisi kembali.
  3. Jika bekas penambangan dan terowongan yang tidak diperlukan dibiarkan dalam jangka waktu yang lama, maka akan ada risiko terjadinya subsidence dan tekanan susulan terhadap terowongan yang ada di sekitarnya sehingga bisa menyebabkan terjadi kerusakan terowongan. Untuk mencegah hal tersebut maka dilakukan pengisian terhadap ruang kosong tersebut.

Penutupan terowongan bekas tambang yang menggunakan batuan sisa (waste rock ) sebagai material filling yang mengandung asam akan memicu reaksi oksidasi dari mineral sulfide dan akan berpotensi menghasilkan air asam tambang sehingga akan berdampak pada lingkungan. Penggunaaan pasir dan abu vulkanik juga mengakibatkan permasalahan lingkungan serta berkurangnya sumberdaya.

Abu batubara (fly ash dan bottom ash atau disingkat FABA) sebagai salah satu limbah hasil sisa pembakaran batubara dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) merupakan salah satu material yang direkomendasikan sebagai material pengisi terowongan bekas penambangan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, abu batubara (FABA) yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada PLTU digolongkan limbah non bahan berbahaya dan beracun (non-B3).

Material FABA yang tergolong limbah non B3 adalah yang berasal dari proses pembakaran batubara di luar fasilitas stoker boiler dan/atau tungku industri, seperti antara lain PLTU yang menggunakan sistem pembakaran pulverized coal (PC) atau chain grate stoker, artinya pembakaran batubara menggunakan temperature tinggi sehingga karbon yang tidak terbakar (unburnt carbon) dalam FABA menjadi minimum dan lebih stabil. Hal ini yang menyebabkan FABA (dan juga CCP/Coal Combustion Products) dapat dimanfaatkan untuk tambang bawah tanah, bahan bangunan, subtitusi semen, jalan, serta restorasi tambang.

Beberapa kajian menunjukkan bahwa FABA memiliki karakteristik kimia yang bersifat basa sehingga berpotensi untuk dapat dimanfaatkan sebagai penetral air asam tambang (Damayanti, 2018; Said, M.S., dkk., 2019), termasuk yang berada di terowongan bekas tambang bawah tanah.

Penggunaan fly ash sebagai material sealing terowongan tambang bawah tanah sudah di gunakan di negara lain, seperti Jepang. Undang Undang Pertambangan dan Undang Undang Keselamatan Tambang di Jepang  mewajibkan pembuangan, penutupan (sealing) dan pengisian pada terowongan yang sudah tidak diperlukan, Material filling  yang direkomendasikan untuk proses pengisian terowongan adalah abu batubara yang telah lolos uji elusi, standar baku mutu air limbah dan sudah ditetapkan sebagai limbah non B3.

Gambar 1. konsep sealing setelah selesai penambangan
(sumber: Kushiro Coal Mine, Japan)

Proses pengisian abu batubara ke dalam terowongan bekas penambangan dilakukan secara bertahap. Berikut diagram alir pengisian fly ash

Gambar 2. Diagram Alur Pengisian Fly Ash

  1. Abu batubara diangkut ke fasilitas daur ulang/pabrik slime
  2. Di pabrik slime dilakukan sortir dan sizing abu batubara (Hopper)
  3. Abu batubara dan air tambang diaduk dengan Agitator menjadi lumpur dengan konsentrasi 50% dengan laju aliran air 0.5 hingga 0.6 m3/menit.
  4. Lumpur yang sudah terbentuk dialirkan secara alami ke dalam terowongan dengan memanfaatan ketinggian melalui sebuah pipa

Gambar 3. Pengisian fly ash ke dalam Lorong
(sumber: Kushiro Coal Mine, Japan)

Gambar 4. area sealing lorong setelah penambangan selesai
(sumber: Kushiro Coal Mine, Japan)

Dengan adanya kewajiban pengisian berdasarkan undang-undang dan dilakukannya pengisian secara aktif maka keselamatan tambang lebih meningkat dan penambangan batubara bisa dilakukan secara efisien.



_____________________________________________________________________________________________________________________
Kushiro Coal Mine Co.,Ltd. 2023 . Daur Ulang Karbon Yang menjadi Tujuan Kushiro Coal Mine; Training JOGMEC Mine Inspector Management Course; Hokkaido, Jepang.

Rizki, Januar, Muhammad. (2021, 12 Maret). Penjelasan KLHK Soal Penghapusan Limbah Batubara dari Kategori Berbahaya., dari https://www.hukumonline.com/berita/a/penjelasan-klhk-soal-penghapusan-limbah-batubara-dari-kategori-berbahaya

WhatsApp chat