Kawasan BDTBT menjadi Salah Satu Nominasi dalam Penetapan Ombilin Coal Mining Heritage (OCMHS)

BDTBT, Sawahlunto – Ombilin Coal Mining Heritage (OCMHS) resmi ditetapkan sebagai bagian dari Warisan Dunia The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Penetapan ini diumumkan pada gelaran sesi ke-43 Pertemuan Komite Warisan Dunia pada tanggal 6 Juli 2019 di Kota Baku, Azerbaijan, pukul 12.20 waktu setempat. OCMHS merupakan warisan dunia kelima di Indonesia setelah Candi Borobudur (1991), Candi Prambanan (1991), Situs Sangiran (1996), dan Situs Subak di Bali (2012). OCMHS telah masuk dalam daftar sementara (tentative list) sebagai bagian dari proses nominasi warisan dunia. Setelah itu, proses pengumpulan data, penyusunan dokumen pendukung, dan diskusi panjang para ahli serta akedemisi dari dalam dan luar negeri makin intensif dilakukan.

Adapun pengajuan kriteria OCMHS menjadi  Nilai Universal Luar Biasa (Outstanding Universal Value) adalah kriteria II dan IV. Kriteria II menunjukan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan, dalam suatu rentang waktu atau dalam suatu wilayah budaya di dunia, dalam pengembangan arsitektur atau teknologi, karya monumental, tata kota atau desain lanskap. Dalam keterkaitannya dengan dengan kriteria II, OCHMS merupakan bukti pertukaran teknologi penambangan batubara yang penting dengan Eropa pada paruh abad ke-19 dan awal abad ke-20. Situs ini berkontribusi bagi dunia pertambangan batubara yaitu pengembangan pengetahuan teknologi tambang dalam, khususnya untuk karakter iklim tropis.

Sedangkan kriteria IV tentang contoh luar biasa dari suatu jenis bangunan, arsitektural atau himpunan teknologi atau lanskap yang menggambarkan tahapan penting dalam sejarah manusia. Dalam kriteria ini OCMHS memiliki bukti luar biasa dan menjadi contoh dunia mengenai rancang teknologi, untuk penambangan batubara yang memiliki karakter khas pada tahap akhir industrialisasi global’ wujud teknologi ini diwujudkan dalam bentuk sistem penambangan terintegrasi dan efisien, yaitu pembangunan kota tambang, teknologi tambang dalam, pengolahan batubara, sistem transportasi dan pengapalan.

OCMHS memiliki konsep “tiga serangkai” yang pernah dirancang oleh Pemerintah Belanda pada masa lalu. Komponen dari area “Tiga Serangkai” tersebut, saat ini masih bisa kita jumpai dan terpresentasikan pada tiga area nominasi, 12 komponen bagian situs yang nominasi serta 49 objek nominasi. Pertama Area A Situs Pertambangan dan Kota Tambang, kedua Area B Fasilitas dan Struktur Teknis Perkeretaapian dan ketiga Area C Fasilitas Gedung Batubara di Pelabuhan.

Salah satu dari 49 objek nominasi OCMHS ini adalah Lubang Tambang Sungai Durian (Kawasan Bekas Penjara Orang Rantai) yang terletak di kawasan Balai Diklat Tambang Bawah Tanah (BDTBT) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kawasan Penjara Orang Rantai ini menjadi saksi bisu penderitaan orang rantai yang dipaksa menambang batubara oleh penjajah Belanda dalam lubang-lubang bawah tanah. Orang rantai atau urang rantai dalam bahasa Minang atau Kettingganger dalam bahasa Belanda adalah buruh paksa pada kegiatan pertambangan batu bara di Sawahlunto yang dirantai di leher, tangan dan kaki. Sebagian mereka ada yang menjadi tawanan politik Belanda. Dan sebagian lagi, ada pula yang berasal dari para kriminal, para penjahat kelas kakap atau yang dianggap ’penjahat’. Para tawanan politik Belanda itu, adalah orang-orang yang melawan Belanda. Mereka ingin mempertahankan tanah nenek moyang mereka yang dirampas Belanda. Mereka adalah orang-orang tidak mau menjadi ’kacung Belanda”. Belanda menganggap mereka teroris, merusak wibawa dan kekuasaan Belanda, suatu ketakutan yang luar biasa yang hinggap di kalangan tuan berwarna kulit putih itu. Orang rantai bekerja dalam 3 shift, pagi-siang-malam, masing-masing 8 jam. Mereka digiring dari camp ke lubang tambang secara berbaris dengan cara kaki dan tangan dirantai satu sama lain. Begitupun waktu pulang. Persis binatang ternak yang digiring majikannya.

Salah satu bentuk dukungan BDTBT terhadap Kota Sawahlunto yaitu dengan ditandatanganinya perjanjian pinjam pakai Kawasan Bekas Penjara Orang Rantai antara Pemerintah Kota Sawahlunto dengan BDTBT. Perjanjian tersebut ditandatangi pada Senin, 1 April 2019, bertempat di Kantor Dinas Kebudayaan, Peninggalan Bersejaran dan Permuseuman Kota Sawahlunto. Pada tahun ini, Pemerintah Kota Sawahlunto mengalokasikan sejumlah anggaran yang akan digunakan untuk program revitalisasi dan pembangunan Museum Orang Rantai yang lokasinya berada di sekitar kantor Balai Diklat Tambang Bawah Tanah. Beberapa pekerjaan yang telah direncanakan dan akan segera digarap, antara lain: pembuatan instalasi listrik, pagar, kolam dan taman, serta pembangunan gedung galeri foto, toilet, gazebo, loket karcis, dan tempat-tempat untuk berswafoto (selfie) bagi para pengunjung. Pembangunan berbagai fasilitas tersebut akan dilakukan sedemikian rupa agar tidak menciptakan kesan yang berbeda dari keadaan yang sebenarnya. Hal ini bertujuan agar “roh” dari penjara orang rantai tersebut tidak hilang. Seluruh proses revitalisasi dan pembangunan Museum Orang Rantai ini ditargetkan akan selesai dalam 2 tahun ke depan. Upaya dalam menjaga objek-objek OMCHS ini dapat menyokong pembangunan sosial dan ekonomi berkelanjutan, termasuk melangsungkan rasa kebersamaan identitas sejarah. (WL)

WhatsApp chat